SURABAYA – Sebagai sebuah ilmu yang mempelajari hubungan antarnegara, terorisme menjadi salah satu isu yang dianggap ‘seksi’ dalam Hubungan Internasional (HI). Hal ini dikarenakan jaringan teroris yang menjangkau secara global dan mengancam keamanan negara. Dalam kasus ini, pemerintah memiliki peran yang besar dalam menangani serta mencegah berkembangnya terorisme, terutama dalam ranah domestik.
Menanggapi isu ini, Departemen HI Universitas Airlangga (UNAIR) menghadirkan Thomas A. Wuchte, seorang direktur eksekutif International Institute for Justice and the Rule of Law (IIJ) yang berbasis di Malta. Thomas bergabung dalam kuliah tamu bertajuk Covid-19 Pandemic Threat and Response dengan fokus perkembangan isu terorisme.
Baca juga:
Pengertian Blog, Struktur Umum dan Jenisnya
|
Thomas membuka kuliah dengan dasar-dasar strategi yang dibentuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam isu terorisme. Dalam strategi tersebut, PBB memastikan bahwa terdapat mekanisme penentuan kondisi yang dianggap mendukung tumbuhnya terorisme. Terdapat pula taktik pencegahan serta perlawanan terorisme dan bagaimana cara memperkuat intervensi dari negara dan PBB. Tidak lupa, strategi ini tentunya berlandaskan prinsip hak asasi manusia dan kekuatan hukum.
“Dalam menangani terorisme, selain penanganan hukum dibutuhkan juga kerja sama antarnegara. Ini bisa dilakukan salah satunya melalui pertukaran informasi, ” papar lulusan pascasarjana HI di University of Illinois tersebut, Rabu (27/7/2022).
“Strategi kontra-terorisme yang dapat dilakukan pemerintah dalam negeri meliputi beberapa aspek, ” tambah Thomas. Di sini Thomas menekankan pentingnya insentif positif. Pemerintah harus memastikan bahwa kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
Polisi di depan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), salah satu target pengeboman terorisme pada 2018. (Foto: Moch Asim).
Selain dari aspek keuangan, partisipasi politik dan sosial juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Mantan penasihat senior Department of State Amerika Serikat (AS) tersebut menegaskan bahwa identitas masyarakat yang seringkali dikecualikan dan dijadikan oposisi akan menimbulkan kecemburuan sosial. Ini akan menjadi lahan subur bagi terorisme. Hendaknya terdapat pula upaya untuk menyelesaikan permasalahan politik yang mungkin seringkali diabaikan masa pemerintahan sebelumnya.
“Namun tidak lupa juga kapabilitas negara punya pengaruh besar dalam penindaklanjutan isu terorisme, ” tukas Thomas.
Yang dimaksud Thomas adalah bahwa efisiensi intervensi negara pada terorisme akan bergantung banyak pada kekuatan negara. Misalnya, seberapa banyak tenaga militer, budaya politik, hingga dukungan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga pasti akan melihat risiko yang mungkin timbul sebelum melakukan intervensi terhadap jaringan teroris.
Tak lupa juga, pakar diplomasi publik dan kerja sama multilateral tersebut menutup dengan gagasan pencegahan terorisme secara umum. Thomas berujar bahwa sektor-sektor seperti pendidikan, kesehatan, agama, hingga pengembangan ekonomi harus turut terlibat dalam menciptakan masyarakat yang tangguh. Dalam mewujudkan hal tersebut, pemberdayaan perempuan serta generasi muda juga hendaknya senantiasa dijadikan prinsip utama. (*)
Penulis: Deanita Nurkhalisa
Editor: Binti Q. Masruroh